see how the word work.

ideas, events, and peoples:
see what they think and do


Thursday, October 13, 2011

"Unending Love


"Unending Love"
By Rabindranath Tagore

I seem to have loved you in numberless forms, numberless times…
In life after life, in age after age, forever.
My spellbound heart has made and remade the necklace of songs,
That you take as a gift, wear round your neck in your many forms,
In life after life, in age after age, forever.

Whenever I hear old chronicles of love, it’s age old pain,
It’s ancient tale of being apart or together.
As I stare on and on into the past, in the end you emerge,
Clad in the light of a pole-star, piercing the darkness of time.
You become an image of what is remembered forever.

You and I have floated here on the stream that brings from the fount.
At the heart of time, love of one for another.
We have played along side millions of lovers,
Shared in the same shy sweetness of meeting,
the distressful tears of farewell,
Old love but in shapes that renew and renew forever.

Today it is heaped at your feet, it has found its end in you
The love of all man’s days both past and forever:
Universal joy, universal sorrow, universal life.
The memories of all loves merging with this one love of ours -
And the songs of every poet past and forever.

Translated by William Radice


Tuesday, September 20, 2011

di ruang kepala sekolah




suatu waktu, aku pernah ditelpon oleh guru wali kelas anakku agar segera menemui kepala sekolah anakku. lantas meski aku cuma diminta datang tanpa diberi tahu ada acara apa pun, aku memenuhi saja undangan per telepon itu.

sesampai di ruang kepala sekolah sudah berkumpul di sana : kepala sekolah, wali kelas anakku. anakku, dan seorang murid perempuan yang menangis sesenggukkan.

"makasih bu atas waktunya," kata kepala sekolah, "kami undang ibu karena hal ini menyangkut perilaku anak ibu."
"saya juga berterima kasih telah mengundang saya ke sini pak," jawabku sembari membayangkan apa lagi yang dilakukan anakku kali ini.

"begini," kata kepala sekolah memulai pertemuan, "coba nak dewi ceritakan asal mulanya kejadian ini." anak perempuan yang dipanggil dewi itu tak menjawab. hanya meneruskan menangis. dan tentunya sesengukkan.

"oke kalau begitu," kata kepala sekolah, "coba ceritakan versimu nak bodro." anakku dari duduknya segera berdiri lalu bercerita. "pak, mulanya tadi dewi nanya saya 'apa yang paling disukai anak cewek?'"

"ya terusnya?" ujar kepala sekolah.
"ya saya perlihatkan saja yang menurut saya disukai anak cewek," jawab anakku sembari membuka ritsleiting celananya lalu hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam celananya. namun sebelum itu terjadi, bapak kepala berdiri dan menghentikan demo yang akan dilakukan anakku.

anak perempuan yang bernama dewi itu masih menangis sesenggukkan. saya cuma bisa menebak-nebak kenapa ia menangis?

duh, Bodro bangeuts deh.

pulang duluan





ketika aku sedang di rumah dan aku sedang membersihkan beberapa pajangan di rumahku, tiba-tiba anakku pulang ke rumah lebih awal dari biasanya.

"nak, kok, tumben pulang gini hari?"
"tadi ibu guru menyilakan pulang duluan kalau bisa menjawab pertanyaannya?"
"memang apa pertanyaan yang diajukan gurumu tadi?"
"siapa yang menyambit saya?"

duh, anak Bodro banget deh.

terperosok sumur





ketika seekor keledai miliknya jatuh ke dalam sumur pembuangan tinja, seorang petani sungguh panik. apalagi keledai itu telah lama berjasa kepadanya. keledai itu tampak tak berdaya di dalam lubang sumur. berjam-jam keledai itu hanya mengeluarkan suara lenguhan yang menyayat.

tak bisa berbuat apa pun untuk mengangkat keledai dari dalam sumur tinja, petani itu memutuskan untuk mengubur saja keledainya itu. dipanggilnya bebeapa orang yang biasa bekerja untuknya di ladang untuk membantu menutup sumur itu dengan tanah.

keledai yang menyadari dirinya akan dikubur hidup-hidup malah menguatkan jeritan menyayatnya. namun, setelah bebeberapa waktu, sementara tanah terus diurug ke dalam sumur, tak ada suara dari keledai itu. sampai akhirnya, di sore hari, para pekerja itu merasa cukup membuang tanah ke dalam sumur dan mereka pun pulang,

di dalam sumur, semalaman keledai itu menekan keras-keras semua tanah yang diurug ke dalam sumur. makin lama makin tinggi tanah yang mengeras. sampai akhirnya keledai itu mampu memanjat keluar sumur.

di subuh hari, ketika petani itu mulai membuka jendela dan pintu rumahnya, keledai itu pun menghambur ke dalam rumah. keledai itu menemui tuannya seorang petani yang telah menguburnya hidup-hidup. tuan yang selama bertahun-tahun ia abdikan hidupnya.

tuannya itu tentu saja kaget. tak menyangka di depannya berdiri keledainya yang penuh berkumuran tinja di sekujur tubuhnya. keledai yang langsung menyeruduk dan menciumi mukanya.

bukan saja bau tinja yang mengumbar di sekujur petani itu. namun berbagai bibit penyakit segera berpindah ke tubuh petani itu. hanya selang tiga bulan kemudian petani itu pun meninggal karena disentri yang hebat.

lalu bagaimana nasib keledai itu?

sabodo amatlah nasib keledai yang memang sudah dimasabodohkan oleh tuannya. begitu juga nasib anda sebagai rakyat yang sudah dicemplungkan ke dalam KOLAM TINJA oleh para BIROKRAT dan POLITISI di NEGERI ini. ingat KOLAM TINJA bukan KOLAM SUSU. tapi apa yang bisa anda petik dari cerita ini?

moral cerita : sebaik-baik anda ingin menutupi perbuatan busuk dan bau, ia akan selalu kembali untuk mengigit. maka kalau anda yakin KORUPSI yang anda lakukan berjamaah sebagai BIROKRAT dan POLITISI, tak berbalas, tunggulah saatnya. kalau balasan itu tak ketika anda masih hidup di dunia ini tentu nanti anak cucu kalian menanggungnya

sejarah akan terus mencatat. jangan kuatir itu.

Thursday, September 8, 2011

westerling pun tersenyum


"Anak-anak ada yang tau siapa itu Westerling?"
"Tidak Bu Guru."
"Dia itu seorang komandan tentara Belanda yang membunuh 40 ribu Rakyat Makassar. Tapi beserta segala kekejamannya itu namanya dihapus dari semua Buku Sejarah Indonesia. Karena tiba-tiba Westerling katanya cuma jadi tukang cendol di pantai Lovina. Jadi siapa Westerling itu anak-anak?"
"Tukang Cendol."

Westerling lengkapnya Raymond Pierre Paul Westerling (Istanbul, Turki, 31 Agustus 1919–Purmerend, Belanda, 26 November 1987) adalah komandan pasukan Belanda yang terkenal karena memimpin Pembantaian Rakyat Indonesia di Sulawesi Selatan dan percobaan kudeta APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) di Bandung, Jawa Barat.

Dalam lagu "Pesawat Tempur" di album "1910" (1988) nama Westerling hanya numpang lewat ketika Iwan Fals mencibir pasangannya yang hanya tersenyum dan dikatakan "Kalau hanya senyum yang engkau berikan, Westerling pun tersenyum."

sms-an aja


di negara ini : ada menteri yang tiap waktu update tweeter. nah, ini ada presiden kerja sms-an ke menterinya sambil ngoreksi. jadi pak guru aja deh, ngoreksi pe-er anak murid karuan timbang mikirin negara. beneran.

beneran juga ya, bukan cuma nyari air bersih aja yang susah. nyari pempimpin yang bersih malah lebih susah. mBang. kite sms-an aja yuk:

"Bang SMS Siapa Ini Bang"
dinyanyikan Ria Amellia

Bang sms siapa ini bang

Bang pesannya pake sayang sayang
Bang nampaknya dari pacar abang
Bang hati ini mulai tak senang

Bang tolong jawab tanyaku abang
Bang nanti hape ini ku buang
Bang ayo dong jujur saja abang
Bang kalo masih sayang

Kalau bersilat lidah memang abang rajanya
Tlah nyata abang salah masih saja berkilah

Orang salah kirimlah
Orang iseng iseng lah
Orang salah kirimlah
Orang iseng iseng lah

Mulai dari sekarang hape aku yang pegang

kalah mulu


Duh. kalah mulu.
main apa ya biar menang?
main proyek APBN aja deh.
siap-siap buat 2014.
okede